Lima tahun sudah aku menuntut ilmu di tempat ini, berbagai suka maupun susah menyelimuti setiap perjalananku di sini. Dari rentetan tawa yang kuderaikan bersama teman-temanku, kegiatan-kegiatan sekolah yang membuatku tersenyum lebar dengan semua tantangannya, guru-gurunya yang mampu membuatku kesal dan tersadar di saat yang bersamaan, hingga sering rusaknya fasilitas sekolah yang akhirnya membuatku malas belajar. Belum lagi bombardemen tugas yang tak kunjung selesai hingga akhir semester. Mengingatnya saja ingin membuatku tak masuk sekolah seminggu hanya untuk sekedar beristirahat dari segala kepenatan yang menyerang.
Kelasku, 11 MIPA, terletak di lantai 3. Lima kali dalam seminggu aku harus menggendong sendirian beban tasku yang terkadang bisa mencapai 5 kg hingga ke lantai 3. Setiap hari, kelasku yang berisi 31 murid belajar gelap-gelapan akibat lampu kelas yang terus-terusan korslet. Ketika pelajaran, proyektor LCD juga tidak mampu berfungsi dengan benar. Lokerku terletak jauh dari tempat dudukku dengan kuncinya yang sering macet. Ingin olahraga saja harus rebutan lapangan dengan anak SMP dan SD, begitu juga dengan lab praktikum. Dahulu, ketika kelasku masih terletak di ujung sekolah, aku harus berlari-lari ke toilet yang ada di ujung sekolah satunya lagi supaya aku tak terlambat kembali ke kelas. Paduan warna cat gedung sekolah ini tak matching sama sekali, terkadang aku duduk termenung di koridor sambil berpikir mengapa gedung harus dicat dengan warna ungu sementara dinding ruang kelas bagian dalam dibiarkan biru dengan lantainya yang jingga. Kegiatan ekstrakulikuler malah menjadi duel sengit antara aku dengan rasa kantuk. Kantin yang kelewat panas ketika jam makan, lab praktikum kimia yang tak kunjung direnovasi, langit-langit kelas yang kebocoran air dari lab kimia, Wi-Fi yang bahkan tak mampu menjangkau area kelasku dengan maksimal, membuatku harus menggunakan mobile data setiap harinya. Belum lagi guru-guru dengan sejuta kepribadian dan gaya mengajar mereka yang berbeda-beda, memaksaku untuk mampu beradaptasi dengan setiap dari mereka, bahkan terkadang dengan cara yang paling tidak mengenakkan sekalipun.
Aku bisa saja menulis lebih panjang lagi hal-hal yang kusebalkan dari sekolah ini, tentang kumpulan keluhan yang selama ini kupendam, berharap dalam hati semua hal tersebut dapat terlesaikan tanpa perlu kusampaikan. Tetapi, hari ini aku sadar akan satu hal.
Bila program belajarku berjalan dengan lancar, aku akan lulus dari tempat ini satu setengah tahun lagi. Waktu berjalan dengan cepat tanpa kusadari, sementara aku terbuai dengan pikiran bahwa aku baru jadi anak SMA kemarin. Aku tak seharusnya menggunakan waktuku untuk menuliskan "Daftar 100 Hal yang Kubenci dari Sekolahku" lalu bergelut dengan permasalahan yang sama setiap harinya. Hari ini aku berpikir, bagaimana dengan hal-hal positif dari sekolah ini yang selalu ditutupi oleh pikiran negatifku? Bagaimana bila aku menikmati semuanya saja sejak aku tak akan lagi mengalami semua hal ini setelah satu setengah tahun?
Jujur, aku tak pernah serius menyimak renungan pagi ataupun kebaktian, buka Alkitab pun mungkin hanya sekali seminggu paling rajin. Satu hal yang kutahu pasti, aku akan rindu mendengarkan suara putus-putus dari speaker sekolah setiap paginya, atau duduk di deret terdepan pada saat kebaktian hari Jumat. Aku akan rindu dengan lagu-lagu di Kidung Rohani yang kami sekelas selalu nyanyikan di saat sudah pada stres, rindu pada dinginnya malam di Wisma Berkat tiap kali retreat, rindu pada hal-hal kecil seperti ajakan untuk ikut persekutuan gereja setiap usai kebaktian, guru dari semua jenjang berdiri di depan sekolah demi menyalami murid tiap pagi, dan berdiri menyanyikan lagu Indonesia Raya pada musik instrumental yang didengungkan kencang dari speaker.
Aku akan rindu mendengarkan ceramah guru sejarah yang panjang lebar, mengingat rumus-rumus matematika dan kimia yang tak habis-habisnya, nama-nama latin spesies yang entah mengapa harus kuhafalkan, menggunakan google translate secara diam-diam pada saat pelajaran bahasa Inggris dan Mandarin, lari 5 putaran pada jam olahraga, teguran guru akuntansi untuk senantiasa menggunakan penggaris, atau bahkan sebuah jam kosong di tengah padatnya kegiatan belajar mengajar yang selalu kami sambut dengan senang hati.
Kegiatan-kegiatan selain belajar di kelas juga selalu berkesan untukku, walaupun seringkali kutanggapi dengan gerutu. Dari menghias kelas yang sebenarnya cukup memborosokan kas kelas, perlombaan antar kelas yang selalu berujung dengan kekalahan, Career Day yang selalu kugunakan sebagai ajang mengumpulkan pen, berdiri di bawah matahari pagi pada saat upacara, Field Trip kelas 10 yang tak kusangka menjadi field trip sekolah terakhir guru pendamping kelompok kami saat itu.
Mengenakan batik hijau kas sekolah, mengikat dasi abu-abu setiap Senin yang bisa memakan waktu hingga 10 menit, presentasi di depan kelas tanpa tahu apa yang sebenarnya harus dibahas, diskusi kelompok berakhir menggosip, ditagih uang kas oleh bendahara, sabun cuci tangan toilet sekolah yang susah dibersihkan, masuk perpustakaan bukan untuk baca tapi untuk ngadem, makan ayam penyet hasil ngutang di kantin, nongkrong di tempat duduk parkiran yang terkenal dengan gerombolan semutnya, hingga Indomaret yang terletak tak jauh dari sekolah dan mas-mas fotokopi seberang yang setia mendengarkan permintaan aneh-aneh kami...
Sebentar lagi semua itu hanya tinggal kenangan, dan yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menikmatinya selagi waktu berjalan.
@Biei 2016 |
Comments
Post a Comment