Kenangan Jingga


Kenangan Jingga


"The mind forgets but the heart will always remember.
And what is the heart's memory but love itself?"
– Tan Twan Eng, The Gift of Rain
       

          Musim gugur datang dan dedaunan mulai berganti warna. Butuh waktu sebentar saja sebelum jalanan dipenuhi oleh daun warna-warni. Berjalan menuju pusat kota, aku berhenti di depan sebuah kafe kopi kecil. Ketika kubuka pintunya, sebuah lonceng berbunyi dan harum kopi tercium lezat. Yang lebih penting lagi, sapaan dari seorang barista cantik adalah hal yang paling kuinginkan dan kurindukan.


            “Selamat pagi,” sapanya dengan senyum paginya. Kulangkahkan kakiku masuk dan mengambil tempat duduk tepat di depan counter-nya. Tatapanku tak dapat lepas dari wajah mungil itu. Aku berani bertaruh bahwa memandangi wajahnya sepanjang hari tak akan pernah membuatku bosan.

            “Kau mau pesan apa?” tanyanya pelan sembari tangannya meraih sebuah cangkir putih mengkilap dari etalase di belakangnya.

            “Yang biasa.” Kuambil beberapa buku dari rak tua di salah satu sudut ruangan sambil mengunci tatapanku padanya yang tengah menuang secangkir air panas di atas biji kopi, membentuk sebuah spiral. Kopi buatannya adalah kopi terbaik yang pernah kuminum sejauh ini. Dari kejauhan, aku dapat melihatnya menuangkan kopi itu ke cangkir dan memberiku sebuah senyum. Sebuah senyum tipis nan sedih yang ia lemparkan setiap kali mata kami bertemu.

            Gadis berambut ungu muda pendek itu adalah seorang pelayan sekaligus manajer dari kafe tersebut. Tak pernah ada keberanian yang timbul dalam diriku untuk menanyakan namanya, kami benar-benar bersikap asing satu sama lain. Tapi satu hal, setiap kali aku melihatnya, sebuah perasaan semacam déjà vu[1] selalu muncul dalam benakku, seperti aku pernah bertemu dengannya jauh sebelum hari di mana kami pertama kali bertemu, atau seperti aku pernah memiliki seseorang yang sangat cantik di hidupku sebelumnya.

            Jujur, tidak ada satupun memori yang pernah terlintas di pikiranku tentang bertemu dengannya. Pada akhirnya, aku hanyalah sebuah raga tanpa memori, jiwa kedua yang berdiam dalam tubuh seseorang. Terkadang aku berpikir, bilamana seseorang di dunia ini membenci kehadiranku karena aku menyingkirkan ‘orang’ yang hidup di tubuh ini sebelumnya.

            Ini bukan pilihanku untuk terkena amnesia. Terlalu takut untuk mengetahui masa laluku, yang bisa kulakukan hanyalah memendamnya, berharap untuk dapat selalu menunda hari di mana kenangan lama itu datang dan memudarkan diriku yang sekarang.

            Baru saja aku duduk setelah mengambil beberapa buku, pandanganku menjadi kabur dan tiba-tiba interior kafe seakan berubah menjadi kafe lainnya. Ada seorang pria paruh baya dan anggota staf lainnya berdiri di sekitarku. Salah satu dari mereka memiliki rambut ungu dan ia tampak seperti versi lebih mudanya barista cantik itu. Kukedipkan mataku berulang kali, tak percaya dengan apa yang terjadi. Gadis itu memanggil nama seseorang, sebuah nama yang tentunya bukan milikku. Wajahnya terlihat sedih dan penuh dengan emosi terpendam.

            Mulutku terbuka, mencoba berkata-kata walaupun tidak ada suara apapun yang keluar darinya. Yang terjadi hanyalah pendanganku yang kembali kabur dan ketika aku sadar, secara perlahan gambaran gadis yang berulang kali memanggil nama asing itu berubah menjadi dirinya yang sekarang. Aku kembali ke realita, dan di depanku berdirilah barista itu dengan khawatirnya setelah melihatku hampir kehilangan kesadaran.

            Sebuah luapan kenangan lama baru saja mengalir padaku. Sebuah flashback. Mengapa, sebuah kenangan pahit yang mungkin pernah kualami ada hubungannya dengan gadis itu? Bahkan ekspresi yang ia lukiskan sekarang adalah ekspresi yang sama dengan yang ditunjukkan oleh gadis di kilas balik singkat itu.

            Kakiku membawa tubuhku melangkah menuju muka pintu kafe dan tanganku bergerak dengan sendirinya membuka gagang pintu, sementara mulutku memilih untuk tidak mengucapkan sepatah kata apapun, mengabaikan seseorang yang terus memanggilku di belakang. Baru saja aku hendak meninggalkan kafe itu, sebuah sentuhan hangat yang berubah menjadi genggaman erat berhasil menggapai tangan kananku yang terayun bebas. Masih tenggelam dalam keterkejutan mendalam, sontak saja kutarik tanganku dari genggamannya dan berteriak, ”Lepaskan, Touka-chan!

            Layaknya seorang pengecut, berlarilah aku keluar di tengah keheningan. Gadis itu tak mengejarku, ia berdiri kaku di muka pintu sembari mengusap cangkirku yang telah kosong. Bila dugaanku benar, maka kuyakin ia sama terkejutnya denganku. 

           Tak pernah kusadari bahwa baru saja aku memanggil sebuah nama yang tak pernah kuketahui sebelumnya. Nama yang mungkin asing bagiku, tapi tidak untuk lidahku. Aku hanya merasa seperti diprogram untuk memanggil nama itu sejak diriku yang lalu pertama kali bertemu dengannya dan 

                jatuh cinta padanya.

            Apakah di dunia ini ada suatu hal yang disebut takdir, seperti dua jiwa yang dipinta untuk terjalin dalam suatu ikatan bernama red string of fate[2] ? Akankah perasaan tinggal atau pergi, seperti warna dedaunan di luar yang terus berubah warna seiring dengan bergantinya musim?

            Bila ya, lalu mengapa aku tak dapat mengingat apapun tentangnya?






Catatan :
[1]Déjà vu
Sebuah perasaan ketika seseorang yakin bahwa ia pernah mengalami/menyaksikan suatu kejadian sebelumnya, dan ia merasa seperti kejadian itu kembali terulang lagi.
     [2]Red string of fate
Sebuah mitos yang mengatakan bahwa Tuhan mengikat seutas benang merah tak kasat mata di jari kelingking dari sepasang orang yang ditakdirkan untuk bertemu satu sama lain dalam situasi tertentu, ataupun saling membantu dengan cara tertentu, terlepas dari waktu, tempat, maupun keadaan. Menurut mitos, benang ini dapat regang ataupun kusut, tetapi tidak akan pernah putus. 




Fandom: Tokyo Ghoul (Haise x Touka)

Disclaimer: I own nothing of these characters



@Sapporo 2016


Comments

  1. wow ceritanya sangat baguss bangett! lanjutkann!

    ReplyDelete
  2. Wow,keren ceritanya. Bikin cerita yang lain lagi dong hehehehe

    ReplyDelete
  3. Suka banget sama ceritanyaaa! Ditunggu ya next time ..

    ReplyDelete
  4. ceritanya keren, ditunggu cerita yg lainnya..

    ReplyDelete
  5. Kereen ceritanya, suka banget...

    ReplyDelete
  6. Wiss mantep ceritanya ngena banget

    ReplyDelete
  7. cocok jadi penulis, ditunggu postingan cerpennya lagi ya!

    ReplyDelete
  8. wah keren ceritanya, posting cerpen lagi dong!

    ReplyDelete
  9. HHMMM... Sangat... Something... dan gantung. Kenapa endingnya hrus gitu TT
    Ini harus dilanjutkan plis

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks supportnyaa

      Tapi sequel masih jauh dari pandangan mata kayaknya wkwkw

      Delete
  10. ceritanya keren dan gak mainstream tapi tetep bikin penasaran.
    Suka dengan gaya bahasanya.
    Ditunggu kelanjutannya ya!!����

    ReplyDelete
  11. Keren!! Di tunggu cerita lainnya yaa

    ReplyDelete
  12. wow suka sama ceritanyaaa, ditunggu kelanjutannyaa ya..

    ReplyDelete
  13. Keren bangettt menarikkk.. quotesnya jgaaa:D

    ReplyDelete
  14. Intriguing right from the very start !

    ReplyDelete
  15. Touching heart so deep ceritanyaa.. Good job writter, God bless alwayss ☺

    ReplyDelete
  16. bahasa sederahan dan cerita yg cukup menarik ☝👍

    ReplyDelete
  17. Sangat menginspirasi! Teruskan karyanya!❤

    ReplyDelete
  18. ihh kok gantung banget sih wkwkwk
    sequel plisss
    overall sih interesting dan well-written.

    Good job!

    ReplyDelete
  19. Sukaa ceritanya.. ditunggu kelanjutan ya

    ReplyDelete
  20. Judul : Kenangan Jingga
    Pengarang : Caterine Limanta

    Kelebihan :
    1. Kata-kata yang digunakan cukup puitis namun mudah dimengerti
    2. Tanda baca yang digunakan sudah baik dan benar
    3. Mampu mengajak pembaca seolah-olah berada dalam cerita
    4. Pengunaan sudut pandang pertama yang tepat dan menarik

    Kekurangan :
    1. Plot yang terlalu berbelit-belit karena terdapat detail yang tidak terlalu penting disampaikan kembali

    Saya sangat merekomendasikan cerpen ini bagi kalian yang ingin tahu apa rasanya cinta tanpa memiliki. Meskipun cerita ini digarap dari karya penulis lain namun penulis mampu memberikan sesuatu yang baru dari pikiran dan hatinya. Terlepas dari kekurangan yang ada, karya ini sudah membuat saya tersanjung dibandingkan dengan cerpen lainnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trims resensinya, kritiknya sangat membangun 👍👍

      Delete

Post a Comment